Senin, 06 Juni 2011

Siaran Pers No. 81/PIH/KOMINFO/3/2009 tentang Konsultasi Publik Terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kominfo Mengenai Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk

(Jakarta, 16 Maret 2009). Selama ini penyelenggaraan komunikasi radio antar penduduk telah diatur di dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 77 Tahun 2003 tentang Pedoman Kegiatan Komunikasi Radio Antar Penduduk. Dalam perkembangannya, regulasi tersebut dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika kebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti. Untuk itulah, Departemen Kominfo sudah beberapa waktu terakhir ini sedang melakukan finalisasi untuk menyelesaikan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk. Beberapa hal penting dan membedakan rancangan ini dengan peraturan sebelumnya di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Penyelenggaraan KRAP merupakan penyelenggaraan telekomunikasi khusus pada pita frekuensi radio tertentu yang ditetapkan oleh Menteri. (Aturan sebelumnya: Kegiatan KRAP merupakan kegiatan komuniksasi radio pada band frekuensi yang ditentukan secara khusus oleh Dirjen).
  2. Penyelenggaraan KRAP tersebut wajib memiliki IKRAP yang diterbitkan oleh Dirjen. (Aturan sebelumnya: Kegiatan KRAP tersebut dilaksanakan berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur).
  3. IKRAP tersebut diberikan untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diperpanjang. (Aturan sebelumnya: Izin tersebut diberikan untuk jangka waktu 3 tahun dan dapat diperpanjang).
  4. Perangkat KRAP yang digunakan harus mengutamakan penggunaan komponen dalam negeri. (Aturan sebelumnya: Perangkat KRAP yang digunakan mengutamakan hasil produksi dalam negeri yang memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Dirjen).
  5. Permohonan IKRAP diajukan oleh pemohon kepada Dirjen melalui Organisasi. (Aturan sebelumnya: Permohonan IKRAP dan atau IPPKRAP diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Provinsi melalui RAPI Daerah).
  6. Penggunaan pita HF dilarang disambungkan pada suatu penguat daya ( external power amplifier ) dengan cara apapun. (Aturan sebelumnya: larangan ini sebelumnya tidak termasuk).
  7. Penggunaan pita VHF dilarang disambung pada suatu penguat daya ( external power amplifier ) dengan cara apapun. (Aturan sebelumnya: larangan ini sebelumnya tidak termasuk).
  8. Dirjen melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini. (Aturan sebelumnya: Pengawasan administratif dilakukan oleh Kepala Dinas Provinsi, UPT Ditjen Postel dan RAPI).
  9. Dalam pemberian sanksi akibat pelanggaran, sebelum memberikan peringatan tertulis tersebut Kepala Balmon/Loka dapat menghentikan sementara kegiatan KRAP yang bersangkutan. Selain pencabutan izin tersebut, Dirjen dapat mencabut IKRAP milik anggota RAPI yang telah mendapat keputusan tetap dari Pengadilan Negeri atas pelanggaran pidana berat. (Aturan sebelumnya: Pencabutan izin dilakukan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur).
  10. IKRAP dan/atau tanda panggilan ( call sign) lama masih tetap berlaku dan secara bertahap disesuaikan melalui koordinasi antar Kepala UPT Ditjen Postel dan RAPI Daerah setempat. (Aturan sebelumnya: IKRAP dan/atau tanda panggilan ( call sign) lama masih tetap berlaku dan secara bertahap disesuaikan melalui koordinasi antar Kepala Dinas Provinsi dan RAPI Daerah setempat.
  11. Dalam hal terdapat pengalokasian tanda panggilan ( call sign) ganda harus dilakukan koordinasi antara Kepala Balmon/Loka dengan RAPI Daerah untuk penyelesaiannya. (Aturan sebelumnya: Dalam hal terdapat pengalokasian tanda panggilan ( call sign) ganda harus dilakukan koordinasi antara Kepala Dinas Provinsi dengan RAPI Daerah untuk penyelesaiannya.
  12. Kewajiban Kepala Dinas Provinsi untuk menyampaikan laporan bulanan kepada Gubernur dengan tembusan Dirjen dan Kepala UPT Ditjen Postel tidak berlaku lagi.
Para stakeholder maupun masyarakat umum yang sering menggunakan peralatan komunikasi ini tentu bertanya tentang esensi perubahan kewenangan pemberian izin yang semula oleh Kepala Dinas Provinsi, dan kini dalam rancangannya oleh Dirjen. Hal tersebut dimungkinkan berdasarkan alasan yuridis, bahwasanya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang di dalam lampirannya disebutkan bahwa pemerintah (bukan pemerintah daerah provinsi dan atau pemerintah daerah kabupaten/kota) memiliki kewenangan untuk pemberian Izin Amatir Radio (IAR) dan Izin Penguasaan Perangkat Radio Amatir (IPPRA), termasuk untuk warga negara asing, Izin Komunikasi Radio Antar Penduduk (IKRAP) dan Izin Penguasaan Perangkat Komunikasi Radio Antar Penduduk (IPPKRAP). Dengan demikian ada landasan hukumnya ysang kuat. Namun demikian, kepada seluruh pihak yang bermaksud menanggapi, maka seluruh tanggapan terhadap rancangan ini (baik berupa kritik, saran, rekomendasi ataupun tujuan perubahan pasal dan ayat) dapat dikirimkan ke alamat gatot_b@postel.go.id dan ketut@postel.go.id yang diterima paling lambat tanggal 30 Maret 2009.
—————

 

 

 

 

Siaran Pers No. 82/PIH/KOMINFO/3/2009 tentang Perpanjangan Waktu Konsultasi Publik Terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kominfo Mengenai Penyelenggaraan Amatir Radio

(Jakarta, 18 Maret 2009). Departemen Kominfo pada tanggal 11 Maret 2009 telah mempublikasikan Siaran Pers No. 79/PIH/KOMINFO/3/2009 tentang Rancangan Peraturan Menteri Kominfo Mengenai Penyelenggaraan Amatir Radio. Menurut Siaran Pers tersebut, mulai tanggal 11 s/d. 18 Maret 2009 Departemen Komunikasi dan Informatika mengadakan konsultasi publik terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Penyelenggaraan Amatir Radio. Penyusunan rancangan peraturan ini didasari atas pertimbangan, bahwa amatir radio sebagai potensi masyarakat yang menggunakan spektrum frekuensi radio yang telah dialokasikan secara khusus oleh International Telecommunication Union (ITU), sehingga perlu diatur oleh pemerintah, sehingga nantinya jika rancangan peraturan ini sudah disahkan akan menggantikan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2002 tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio dan menyebabkan Surat Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 97/M.KOMINFO/2008 Tanggal 23 April 2008 perihal Penyelenggaraan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk yang mengatur tentang Kegiatan Amatir Radio harus dicabut. Namun demikian, mengingat cukup banyaknya respon yang menghendaki adanya perpanjangan waktu konsultasi publik terhadap rancangan peraturan ini, maka Departemen Kominfo melalui Siaran Pers ini memutuskan untuk memperpanjang konsultasi publik ini sampai dengan tanggal 29 Maret 2009. Tanggapan terhadap rancangan ini dapat dikirimkan ke alamat email: ketut@postel.go.id dan gatot_b@postel.go.id .
Sampai dengan saat ini sudah ada beberapa tanggapan yang telah disampaikan kepada Departemen Kominfo. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Penambahan bandplan dan priveledge merupakan keuntungan yang menarik bagi seorang amatir radio, terutama di segment 40m/7.00 MHz dan diijinkan-nya mode data dan suara pada segment ini.
  2. Mohon agar dapat dipastkan mana yang benar untuk alokasi 7.000-7.300Mhz untuk Penggalang dan Penegak, setahu kami secara internasional Amatir Radio segment berada pada rentang 7.000-7.200 Mhz.
  3. Deskripsi mode pancaran pada Lampiran-X hendaknya lebih plain, dan tidak multi-interpretasi, lebih baik disebutkan dengan kelas emisi sesuai rentang frekuensi kerja yang diijinkan.
  4. Sangat apresiasi terhadap re-design kartu IAR, berbahan PVC dan gambaran saya seperti kartu kredit, sangat menarik menggantikan IAR jadul yang mempergunakan kertas yand di-laminasi.
  5. Tentang pembagian emisi dan frekwesi 7,000 – 7,100 Mhz untuk tingkat siaga agar dirubah dari morse, suara, data menjadi morse, data. Akan membuat frekwensi menjadi lebih tdk tertata. Sedangkan di Kepmenhub No.49 Tahun 2002 hanya untuk morse dan data.
  6. Pemerintah Daerah nampak dalam Kepmen tersebut belum melibatkan peranan Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah yang melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi. Seyogyanya beliau yang memiliki wilayah dan pelaksana dekonsentrasi dapat dilibatkan baik pada pembinaan dan pengawasan. Di bidang perizinan walaupun belum ada pelimpahan, agar rentang kendali (tidak sentralistis) dapat pula melibatkan peran perangkat daerah Dinas Komunikasi dan Informatika Propinsi.
  7. Rancangan tersebut sayogyanya dapat jadi bahan pertimbangan, jangan sampai sentralitis jadi menghambat kelancaran adminitrasi, pembinaan dan pengawasan.
  8. Dalam rancangan peraturan ini sudah tidak lagi memuat tentang persyaratan pendukung bagi amatir radio yang mengajukan kenaikan tingkat (ke Penggalang dan ke Penegak), seperti : 6 (enam) bulan setelah mendapatkan IAR terakhir, telah terbukti memiliki potensi untuk naik tingkat, memperoleh piagam maupun QSL Card. Indikasi atas tidak diperlukan lagi persyaratan pendukung dalam rancangan peraturan ini berdampak akan terjadinya menurunnya kualitas bagi amatir radio yang akan naik tingkat. Jika dalam rancangan peraturan ini tidak diperlukan lagi, sangatlah perlu dipertegas dalam BAB IV TATA CARA MENDAPATKAN SERTIFIKAT KECAKAPAN AMATIR RADIO, DAN PEDOMAN UJIAN AMATIR RADIO ORGANISASI AMATIR RADIO, pasal 21 point (3) Adanya rekomendasi dari Organisasi untuk naik tingkat . Artinya jika tidak amatir radio yang akan naik tingkat harus melampirkan surat rekomendasi dari organisasi (orgnisasi diberikan kewenangan untuk memberikan penilaian khusus atas syarat – syarat pendukung kenaikan tingkat).
  9. Dalam BAB II PENYELENGGARAAN AMATIR RADIO, Pasal 3 berbunyi bahwa Amatir Radio dapat menggunakan lebih dari 1 (satu) perangkat amatir radio. dan Pasal 8 yang berbunyi Setiap amatir radio wajib menggunakan alat dan perangkat amatir radio yang telah memenuhi persyaratan teknis dan mendapat sertifikat dari Ditjen Postel, kecuali alat dan perangkat yang dirakit/dibuat untuk keperluan sendiri dan tidak diperdagangkan.. Menelaah dari semua pasal – pasal dalam rancangan peraturan ini tidak lagi mencantumkan jumlah perangkat radio yang dikuasai oleh masing – masing tingkatan amatir radio, serta administrasi perizinan atau IPPRA juga tidak lagi disinggung. oleh sebab itu kami berasumsi bahwa setiap amatir radio bebas memiliki sebanyak – banyaknya perangkat radio yang digunakan dan tidak diperlukan lagi IPPRA. mengenai hal ini kami berharap adanya penjelasan khusus yang dapat mempertegas pemahaman amatir radio tentang administrasi perizinan atas penguasaan perangkat (IPPRA) yang digunakan baik jumlah maupun spesifikasi perangkat itu sendiri.

 

 

 

Siaran Pers No. 190/PIH/KOMINFO/9/2009 tentang Peraturan Menteri Kominfo No. 33/PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio dan No. 34 /PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk

(Jakarta , 29 September 2009). Penyelenggara amatir radio dilaksanakan berdasarkan IAR (Izin Amatir Radio) yang diterbitkan oleh Dirjen Postel, dan Amatir Radio dapat menggunakan lebih dari 1 perangkat amatir radio. Dua hal tersebut merupakan sebagian kecil dari sekian banyak ketentuan yang tersebut di dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 33/PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio yang telah ditanda-tangani oleh Menteri Kominfo Mohammad Nuh pada tanggal 31 Agustus 2009.
Beberapa ketentuan lain yang diatur di dalam peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Amatir Radio hanya diizinkan memiliki 1 tanda panggilan (callsign).
  2. Tanda panggilan amatir radio ditetapkan oleh Dirjen Postel.
  3. IAR (Izin Amatir Radio) diterbitkan menurut tingkatan sebagai berikut: Tingkat Pemula (masa berlaku izinnya 2 tahun); Tingkat Siaga (masa berlaku izinnya 3 tahun); Tingkat Penggalang (masa berlaku izinnya 2 tahun); dan Tingkat Penegak (masa berlaku izinnya 5 tahun).
  4. WNA dapat melakukan kegiatan amatir radio di Indonesia, dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: memiliki IAR dari negara asal; dan memiliki rekomendasi dari kedutaan/perwakilan negara asal di Indonesia atau memiliki rekomendasi dari Deplu RI .
  5. Ujian negara amatir radio diselenggarakan oleh Dirjen Postel, yang pelaksanaannya dilakukan oleh UPT dibantu oleh organisasi tingkat daerah.
  6. Pemilik IAR wajib menjamin pancaran yang dilakukan melalui perangksat pemancarnya tidak melebihi batas-batas pita frekuensi radio untuk Dinas Amatir sebagaimana ketentuan yang berlaku dalam lampiran peraturan ini.
  7. Amatir radio diperbolehkan untuk mendirikan dan mempergunakan setiap jenis antena yang diperlukan dengan memperhatikan keamanan dan keserasian lingkungan sekitarnya.
  8. Bagi Amatir Radio yang mendirikan stasiun Radio Amatir di sekitar stasiun radio pantai / bandar udara wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan khusus yang ditetapkan oleh yang berwenang dalam keselamatan pelayaran / penerbangan.
  9. Untuk mendirikan sistem antena di dalam wilayah stasiun radio pantai / bandar udara hanya boleh dilakukan dengan seizin pejabat yang berwenang.
  10. Stasiun Radio Amatir dapat dipergunakan oleh anggota Pramuka yang belum memiliki IAR hanya pada waktu diadakan kegiatan Jamboree On The Air (JOTA) baik skala nasional maupun internasional.
  11. Setiap Amatir Radio wajib memberikan prioritas untuk pengiriman dan penyampaian informasi penting yang menyangkut : keamanan negara; keselamatan jiwa manusia dan harta benda; bencana alam; marabahaya; gawat darurat; dan/atau wabah penyakit.
  12. Stasiun Radio Amatir dilarang digunakan untuk : berkomunikasi dengan stasiun radio lain yang tidak memiliki izin dan stasiun lain yang bukan stasiun Radio Amatir; memancarkan siaran berita, nyanyian, musik, radio dan atau televisi; memancarkan atau menerima berita mempergunakan bahasa sandi dan enkripsi; menyelenggarakan jasa telekomunikasi; memancarkan berita atau panggilan marabahaya yang tidak benar; memancarkan dan menerima berita yang bersifat komersial dan atau memperoleh imbalan jasa; memancarkan dan menerima berita bagi pihak ketiga (Third Party) kecuali berita-berita yang diwajibkan; memancarkan berita yang bersifat melanggar kesusilaan; memancarkan berita yang bersifat politik, mengganggu keamanan negara atau ketertiban umum. Di samping itu, stasiun amatir radio atau perangkat amatir radio dilarang digunakan sebagai sarana komunikasi untuk dinas instansi Pemerintah, BUMN, BUMD, Badan Usaha Swasta, Koperasi atau Badan-badan lainnya.
  13. Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2), Pasal 9 ayat (3), Pasal 34, Pasal 41, dan Pasal 49 dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  14. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila Pemilik IAR tidak mengindahkan peringatan tertulis yang diberikan sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu peringatan masing-masing 15 (lima belas) hari kerja. Selain pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dirjen Postel dapat mencabut IAR milik anggota Amatir Radio yang telah mendapat keputusan tetap dari Pengadilan Negeri atas pelanggaran pidana berat.
  15. Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, beberapa peraturan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku adalah sebagai berikut: Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 49 Tahun 2002 tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio; Surat Edaran Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor 97/M.KOMINFO/2008 Tanggal 23 April 2008 perihal Penyelenggaraan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk; dan segala ketentuan peraturan lain yang mengatur tentang penyelenggaraan amatir radio yang bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Selain itu, pada tanggal 31 Agustus 2009 Menteri Kominfo juga telah menanda-tangani Peraturan Menteri No. 34 /PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk. Baik Peraturan Menteri Kominfo No 33 maupun No. 34 tersebut sebelumnya telah dikonsultasikan kepada publik pada bulan Maret 2009. Beberapa ketentuan yang diatur dalam peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Penyelenggaraan KRAP (Komunikasi Radio Antar Penduduk) merupakan penyelenggaraan telekomunikasi khusus pada pita frekuensi radio tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.
  2. Penyelenggaraan KRAP wajib memiliki IKRAP (Izin KRAP) yang diterbitkan oleh Dirjen Postel, yang diberikan untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diperpanjang.
  3. Setiap pemegang IKRAP dapat memiliki perangkat KRAP lebih dari 1.
  4. Stasiun KRAP harus dikenali dari nama panggilan yang menggunakan abjad dan angka yang telah dibakukan secara internasional yang dipancarkan pada permulaan dan akhir komunikasi radio yang diselenggarakan.
  5. Anggota organisasi yang beroperasi di daerah lain, di luar provinsi tempat tinggalnya dalam menyebutkan nama panggilan harus menambahkan keterangan yang menyatakan dimana dan dalam penyelenggaraan apa
  6. Stasiun KRAP dilarang digunakan untuk: memancarkan berita yang bersifat politik, SARA, dan atau pembicaraan lainnya yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban; memancarkan pemberitaan / berita yang bersifat komersial atau memperoleh imbalan jasa; memancarkan berita sandi, kecuali kode-10 (ten-code); berkomunikasi dengan stasiun KRAP yang tidak memiliki izin atau stasiun radio lain selain KRAP; h; digunakan untuk jasa telekomunikasi; memancarkan informasi yang tidak sesuai peruntukannya sebagai sarana komunikasi ridio antara lain memancarkan musik-musik, menyanyi, pidato, dongeng dan pembicaraan asusila; sarana komunikasidi pesawat udara atau kapal laut; sarana komunikasi bagi kepentingan dinas instansi pemerintah dan / atau swasta; dan berkomunikasi ke luar negeri.
  7. Penggunaan pita HF dilarang disambungkan pada suatu penguat daya (external power amplifier) dengan cara apapun.
  8. Penggunaan pita VHF dilarang disambungkan pada suatu penguat daya (external power amplifier) dengan cara apapun.
  9. Pemegang IKRAP wajib mentaati bahwa pancaran yang dilakukan melalui perangkat pemancarnya tidak melebihi batai pi6 frekuensi radio, daya pancar, kelas emisi dan rebar pita yang ditetapkan untuk penyelenggaraan KRAP.
  10. Dalam hal seorang pemilik IKRAP mengetahui atau diberitahu bahwa pancaran radionya menimbulkan gangguan terhadap stasiun komunikasi radio lain atau terhadap peralatan elektronik masyarakat, maka yang bersangkutan wajib untuk segera menghentikan kegiatan pancaran radionya serta berupaya menghilangkan gangguan tersebut secepat mungkin.
  11. Dalam hal pemilik IKRAP merakukan pelanggaran dan tidak mentaati ketentuan dalam peraturan Menteri ini, Organisasi dapat melaporkan dan mengusulkan kepada Dirjen Postel untuk dilakukan tindakan pencabutan izin.
  12. Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, peraturan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku adalah sebagai berikut: Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 77 Tahun 2003 tentang Pedoman Kegiatan Komunikasi Radio Antar Penduduk; Surat Edaran Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor 97lM.KOMINFO/2008 Tanggat 23 Aprit 2008 perihal Penyelenggaraan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk; dan segala ketentuan peraturan lain penyelenggaraan KRAP yang bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

 

Siaran Pers No. 79/PIH/KOMINFO/3/2009 tentang Rancangan Peraturan Menteri Kominfo Mengenai Penyelenggaraan Amatir Radio 

(Jakarta, 11 Maret 2009). Mulai tanggal 11 s/d. 18 Maret 2009 Departemen Komunikasi dan Informatika mengadakan konsultasi publik terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Penyelenggaraan Amatir Radio. Penyusunan rancangan peraturan ini didasari atas pertimbangan, bahwa amatir radio sebagai potensi masyarakat yang menggunakan spektrum frekuensi radio yang telah dialokasikan secara khusus oleh International Telecommunication Union (ITU), sehingga perlu diatur oleh pemerintah, sehingga nantinya jika rancangan peraturan ini sudah disahkan akan menggantikan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2002 tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio dan menyebabkan Surat Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 97/M.KOMINFO/2008 Tanggal 23 April 2008 perihal Penyelenggaraan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk yang mengatur tentang Kegiatan Amatir Radio harus dicabut.
Beberapa hal penting yang menjadi esensi dari rancangan peraturan ini adalah diawali dengan ketentuan, bahwa enyelenggaraan amatir radio dilaksanakan berdasarkan IAR (Izin Amatir Radio adalah hak untuk mendirikan, memiliki, mengoperasikan stasiun amatir radio dan menggunakan frekuensi radio pada alokasi yang telah ditentukan untuk amatir radio di Indonesia) yang diterbitkan oleh Dirjen Postel. Amatir Radio dapat menggunakan lebih dari 1 perangkat amatir radio , namun hanya diizinkan memiliki 1 tanda panggilan ( callsign ) , yang ditetapkan oleh Dirjen Poste, dimana susunan tanda panggilan tersebut ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. setiap IAR diberikan 1 nama panggilan yang ter­diri dari susunan Prefix dan susunan Suf f ix; b. susunan Prefix sebagaimana dimaksud pada huruf a butir 1 merupakan kelompok huruf awal untuk menandai identitas negara dan tingkat kecakapan Amatir Radio yang dinyatakan dengan huruf : 1. YH untuk tingkat Pemula; 2. YD atau YG untuk tingkat Siaga; 3. YC atau YF untuk tingkat Penggalang; 4. YB atau YE untuk tingkat Penegak; dan angka 0 (nol) sampai dengan angka 9 (sembilan) yang menyatakan kode wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini ; c. angka pada susunan prefix lebih dari 1 (satu) angka digunakan untuk IAR K husus; d. susunan S uffix sebagaimana dimaksud pada huruf a butir 2 merupakan kelompok huruf akhir untuk menjelaskan pemilik IAR Stasiun Radio Amatir yang dinyatakan dengan 1 (satu) huruf dan paling banyak 4 (empat) huruf dari abjad A sampai Z, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Suffix A – Z, ZA – ZZ, ZAA – ZZZ, ZAAA – ZZZZ dialokasikan untuk IAR Khusus; dan 2. S uffix QAA -QZZ (Q Code ) tidak dialokasikan ; e. dilarang mengalokasikan suffix yang menyerupai : 1. Berita marabahaya ( SOS ) ; 2. Berita keselamatan ( TTT ) ; 3. Berita segera ( XXX ) ; dan 4. Penerusan berita marabahaya ( DDD, SOS ).
Lebih lanjut disebutkan, bahwa Amatir Radio Indonesia dilarang mengadakan hubungan radio dengan Amatir Radio dari negara yang tidak mempunyai hubungan diplomatik atau yang memusuhi Negara Indonesia. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah Bahasa Indonesia dan atau Bahasa Inggris sesuai dengan etika dan tata cara berkomunikasi yang berlaku bagi Amatir Radio baik nasional maupun internasional. Secara umum, rancangan peraturan ini juga mengatur tentang sanksi, yang menyebutkan, bahwa barang siapa melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 39, Pasal 47 dan Pasal 50 ayat (2) dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila Pemilik IAR tidak mengindahkan peringatan tertulis yang diberikan sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu peringatan masing-masing 15 (lima belas) hari kerja dalam bentuk AR-12 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XII Peraturan Menteri ini. Sebelum memberikan peringatan tertulis, Kepala Balmon/Loka dapat menghentikan sementara kegiatan amatir radio yang bersangkutan. S elain pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal dapat mencabut IAR milik anggota amatir radio yang telah mendapat keputusan tetap dari Pengadilan Negeri atas pelanggaran pidana berat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Siaran Pers No. 13/PIH/KOMINFO/1/2010 tentang 48 Anggota ORARI Memperoleh IAR (Izin Amatir Radio) Secara Perdana Dari Kementerian Kominfo

(Jakarta, 30 Januari 2010). Sebagai tindak lanjut dari telah diberlakukannya Peraturan Menteri Kominfo No. 33/PER/KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio, pada tanggal 29 Januari 2010 di Ditjen Postel Kementerian Kominfo telah berlangsung penyerahan  48 IAR (Izin Amatir Radio) oleh Direktur Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Ditjen Postel Tulus Rahardjo (mewakili Dirjen Postel) kepada Pengurus ORARI yang dipimpin langsung oleh IGK Manila (Wakil Ketua Umum ORARI). Adapun  perincian izin yang diberikan adalah  sebagai berikut: tingkat siaga sebanyak 19 izin, tingkat penggalang sebanyak 7 izin dan tingkat penegak sebanyak 22 izin atau lengkapnya data nama-nama mereka yang memperoleh IAR adalah  tersebut di bawah ini (antara lain seorang Jepang Kazuo Miyamura, mantan Gubernur DKI Sutiyoso, mantan Sekjen Departemen Penerangan IGK Manila dan ahli telematika Onno W.Purbo):

NO
CALLSIGN
NAMA
NO. IAR/BARCODE
TINGKAT
1
YD3BBR
Hariadi, S.Pd
004955233D0110
SIAGA
2
YD3BHF
Asih Puji Winarso
004955333D0110
SIAGA
3
YD3GQD
Ali Mohdas
004955433D0110
SIAGA
4
YD3GQH
Sudarno
004955533D0110
SIAGA
5
YD3LYM
Budianto Gunawan
004955733D0110
SIAGA
6
YD3MTF
Fendi Susanto
004955833D0110
SIAGA
7
YD3OKY
Ocky Kristianto
004955933D0110
SIAGA
8
YD3OSQ
Atiek Sri Sukartiwi
004956033D0110
SIAGA
9
YD3RGN
Tutik Nuraini
004956133D0110
SIAGA
10
YD3VHG
Gatot Mulyadi
004956233D0110
SIAGA
11
YD3VRY
Hary Sujadi, SH
004956333D0110
SIAGA
12
YD3XBI
Hj. Heny Sunarto
004956433D0110
SIAGA
13
YD3XPI
Mochammad Isa
004956533D0110
SIAGA
14
YD3BAA
Satono
004956633D0110
SIAGA
15
YD3BAB
Sudibyo Laib Supeno
004956731D0110
SIAGA
16
YD3BAC
Suharmanto
004956831D0110
SIAGA
17
YD3BAD
Kasianto
004956931D0110
SIAGA
18
YD3BAE
Indah Kusumawati
004957131D0110
SIAGA
19
YD1GM
Dra. Pauline Pangestu
004954513D0110
SIAGA
20
YCØHB
Harianto Badjoeri
004954203C0110
PENGGALANG
21
YCØRSA
Anna Rudhiantiana
004954103C0110
PENGGALANG
22
YCØMLC
Onno W. Purbo
004939503C0110
PENGGALANG
23
YCØWID
Widyati
004939703C0110
PENGGALANG
24
YC3GR
Drs. Bambang E.
004954931C0110
PENGGALANG
25
YC3NTN
Teguh Puryadi
004955032C0110
PENGGALANG
26
YC3TB
Hermanto
004955132C0110
PENGGALANG
27
YBØHD
Budi Rianto Halim
004938803B0110
PENEGAK
28
YBØYJ
Bambang Sugiarto
004938903B0110
PENEGAK
29
YBØJTR
Suryo Sosilo
004939003B0110
PENEGAK
30
YBØAZ
Wisnu Widjaja
004939103B0110
PENEGAK
31
YBØDJH
Agus Hadi Yunanto
004939203B0110
PENEGAK
32
YBØKVN
Triadi P. Suparta
004939303B0110
PENEGAK
33
YB1GJS
Gjellani Joostman Sutama
004939413B0110
PENEGAK
34
YB1PR
M. Faisal Anwar
004939613B0110
PENEGAK
35
YB8KHR
DR. Ir. H Rachmad Sofian Patadjai MS
004939883B0110
PENEGAK
36
YB1AR
Ir. Yana Koryana MP
004943013B0110
PENEGAK
37
YB3NWH
DR. H. Harsono
004954632B0110
PENEGAK
38
YB3TDS
Eling Subekti, S.Sos
004954732B0110
PENEGAK
39
YB3WEZ
Drs. Sonny Wagino
004954832B0110
PENEGAK
40
YBØPHM
H. Harsono Mulhar
004937111B0110
PENEGAK
41
YB2SV
Dr. Jos Soejoso, SP.Rad
004938323B0110
PENEGAK
42
YBØST
Sutiyoso
004938613B0110
PENEGAK
43
YBØAA
IGK. Manila
004938703B0110
PENEGAK
44
YBØTZ
Drs. Hadiono Badjoeri
004942913B0110
PENEGAK
45
YB3BM
Ir. H. Maharyanto
004943133B0110
PENEGAK
46
YB7OKE
Ir. Sjahrani Sjahrin, SE, MM
004954373B0110
PENEGAK
47
YBØSFR
Ir. Tulus Rahardjo, MSEE
004934311B0110
PENEGAK
48
YBØAKM
Dr. Kazuo Miyamura
004954401B0110
PENEGAK

Kementerian Kominfo, khususnya Ditjen Postel, melakukan pemrosesan pengujian (Ujian Negara Amatir Radio) dan pemberian IAR tersebut secara okyektif, profesional dan transparan sesuai ketentuan yang berlaku. Esensi tersebut memang sengaja ditekankan oleh Ditjen Postel dan dikemukakan langsung kepada beberapa pengurus ORARI yang dipimpin oleh IGK Manila dalam penyerahan IAR tersebut, mengingat belum lama ini telah dipublikasikan hasil survey integritas KPK yang menyebutkan di antaranya, bahwa integritas kinerja khususnya yang terkait dengan pelayanan perizinan di Kementerian Kominfo masih harus ditingkatkan, khususnya dalam pelayanan / perizinan untuk mendapatkan SOR (Sertifikat Operator Radio). Untuk sekedar diketahui ujian untuk SOR tersebut tidak semata-mata dilakukan oleh Ditjen Postel, tetapi juga instansi lain yang terkait, misalnya untuk layanan operator radio bagi navigasi penerbangan adalah dengan Ditjen Perhubungan Udara dan jika terkait dengan layanan operator radio bagi pelayaran adalah dengan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, sehingga ada beberapa hal yang membutuhkan koordinasi lebih intensif antar institusi untuk pelayanan memperoleh SOR tersebut. Bagi ORARI, dengan sudah diterbitkannya IAR pasca pemberlakuan Peraturan Menteri Kominfo tersebut di atas, minimal memberikan kepastian hukum mengingat sebelum ini sempat ada tarik menarik antara pemerintah pusat dan daerah terkait dengan perizinan amatir radio. Namun setelah adanya Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007, dan kemudian Peraturan Menteri Kominfo tersebut segala sesuatu yang terkait dengan perizinan sudah sangat jelas. Kini tinggal tugas berikutnya bagi Ditjen Postel adalah mendorong ORARI untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan amatir radio itu sendiri.

Namun demikian, survey KPK tersebut disikapi secara positif oleh Ditjen Postel, dengan tujuan untuk perbaikan kinerja ke arah yang lebih baik, khususnya di bidang layanan SOR tersebut maupun layanan perizinan lainnya yang terkait dengan frekuensi radio, telekomunikasi, standarisasi dan pos secara umum. Bagi Ditjen Postel, prinsipnya tidak ada maksud untuk mempersulit permohonan layanan izin apapun sejauh memang ketentuan sangat memungkinkan dan seandainyapun ada keluhan dari publik sangat terbuka untuk disampaikan ke Ditjen Postel secara khusus atau melalui kantor pusat Kementerian Kominfo. Dan sebagai bagian dari komitmen keterbukaan ini, perlu kiranya diketahui, bahwa bagi warga masyarakat yang bermaksud mengajukan permohonan izin ORARI ini (yang difasilitasi oleh Pengurus ORARI untuk pendataan awal registrasi permohonan baru atau perpanjangan izin) hanya dibebani kewajiban finansial sebesar Rp 15.000,- per tahun dan UNAR sebesar Rp 30.000,- untuk siaga, Rp 60.000,- untuk penggalang dan Rp 75.000,- untuk tingkat penegak.  Kesemua kewajiban finansial tersebut langsung disetorkan ke Kas Negara sesuai ketentuan yang berlaku pada PP No. 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP Yang Berlaku di Departemen Kominfo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar